Pelatihan Guru untuk Pengembangan Profesi

Posted by handy on 20 January 2011


Kegiatan pelatihan bagi guru untuk pengembangan profesi, pada dasarnya merupakan suatu bagian yang integral dari manajemen dalam bidang ketenagaan di sekolah dan merupakan upaya untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan guru sehingga pada gilirannya diharapkan para guru dapat memperoleh keunggulan kompetitif dan dapat memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya. Dengan kata lain, mereka dapat bekerja secara lebih produktif dan mampu meningkatkan kualitas kinerjanya. Alan Cowling & Phillips James (1996:110) memberikan rumusan pelatihan sebagai: “perkembangan sikap/pengetahuan/keterampilan pola kelakuan yang sistematis yang dituntut oleh seorang karyawan (baca : guru) untuk melakukan tugas atau pekerjaan dengan memadai”
Dengan meminjam pemikiran Sondang Siagian (1997:183-185) ,di bawah ini akan dikemukakan tentang manfaat penyelenggaraan program pelatihan, baik untuk sekolah maupun guru itu sendiri.
Bagi sekolah setidaknya terdapat tujuh manfaat yang dapat dipetik, yaitu: (1) peningkatan produktivitas kerja sekolah sebagai keseluruhan; (2) terwujudnya hubungan yang serasi antara atasan dan bawahan; (3) terjadinya proses pengambilan keputusan yang lebih cepat dan tepat; (4) meningkatkan semangat kerja seluruh tenaga kerja dalam prganisasi dengan komitmen organisasional yang lebih tinggi; (5) mendorong sikap keterbukaan manajemen melalui penerapan gaya manajerial yang partisipatif; (6) memperlancar jalannya komunikasi yang efektif; dan (7) penyelesaian konflik secara fungsional.
Sedangkan manfaat pelatihan bagi guru diantaranya : (1) membantu para guru membuat keputusan dengan lebih baik; (2) meningkatkan kemampuan para guru menyelesaikan berbagai masalah yang dihadapinya; (3) terjadinya internalisasi dan operasionalisasi faktor-faktor motivasional; (4) timbulnya dorongan dalam diri guru untuk terus meningkatkan kemampuan kerjanya; (5) peningkatan kemampuan guru untuk mengatasi stress, frustasi dan konflik yang pada gilirannya memperbesar rasa percaya pada diri sendiri; (6) tersedianya informasi tentang berbagai program yang dapat dimanfaatkan oleh para guru dalam rangka pertumbuhan masing-masing secara teknikal dan intelektual; (7) meningkatkan kepuasan kerja; (8) semakin besarnya pengakuan atas kemampuan seseorang; (9) makin besarnya tekad guru untuk lebih mandiri; dan (10) mengurangi ketakutan menghadapi tugas-tugas baru di masa depan.
Selanjutnya, pada bagian lain Alan Cowling & Phillips James (1996:110) mengemukakan pula tentang apa yang disebut learning orgazanizaton atau organisasi yang mau belajar. Dalam hal ini organisasi diperlakukan sebagai sistem (suatu konsep yang akrab disebut systems theory) yang perlu menanggapi lingkungannya agar tetap hidup dan makmur. Menurut pandangan ini, sebuah organisasi akan mengembangkan suatu kemampuan untuk menanggapi perubahan-perubahan di dalam lingkungannya, yang memastikan bahwa trasformasi internal terus-menerus terjadi.
Dengan demikian, suatu organisasi atau sekolah yang mau belajar dapat dikatakan sebagai suatu organisasi yang memberikan kemudahan kepada anggotanya untuk melakukan proses belajar dan terus-menerus mengubah dirinya sendiri. Salah satu wujud sekolah sebagai learning organization adalah adanya kemauan belajar dari para guru untuk senantiasa meningkatkan kemampuannya, dan salah satunya melalui kegiatan pelatihan. Dengan demikian, upaya belajar tidak hanya terjadi pada kalangan siswa semata. 

B. Langkah-Langkah Pelatihan
Agar kegiatan pelatihan yang diselenggarakan oleh suatu sekolah benar-benar dapat memberikan manfaat bagi kemajuan guru maupun bagi organisasi itu sendiri, maka perlu ditempuh beberapa langkah dalam suatu kegiatan pelatihan.
Alan Cowling & Phillips James (1996:110) mengemukakan tentang pendekatan yang sistematis dalam pelatihan meliputi empat tahap, yang mencakup : tahap I: mengenali kebutuhan-kebutuhaan, tahap II: merencanakan untuk memenuhi kebutuhan – kebutuhan itu, tahap III: Pelaksanaan dan Tahap IV: evaluasi.
Sementara itu, Sondang Siagian (1997:185-203) memaparkan tujuh langkah dalam kegiatan pelatihan, yaitu : (1) Penentuan kebutuhan; (2) Penentuan sasaran; Penetapan Program; (3) Identifikasi isi program; (4) Identifikasi prinsip-prinsip belajar; (5) Pelaksanaan program; (6) Identifikasi manfaat; dan (7) Penilaian pelaksanaan program.
Dengan mengacu kepada kedua pemikiran di atas, berikut ini akan diuraikan tentang tahapan-tahapan dalam kegiatan pelatihan, yang mencakup: (1) penentuan kebutuhan; (2) penentuan sasaran; (3) penentuan program; (4) penerapan prinsip-prinsip belajar; dan (5) penilaian kegiatan 

1. Penentuan Kebutuhan
Penentuan kebutuhan merupakan langkah awal yang amat penting untuk dilakukan . Oleh karena itu perlu dilakukan analisis kebutuhan secara cermat. Dengan melalui analisis kebutuhan yang cermat dapat diyakinkan bahwa kegiatan pelatihan memang benar-benar perlu dilakukan, jadi tidak hanya sekedar proyek yang sifatnya diada-adakan, tanpa hasil dan tujuan yang jelas. Dalam mengidentifikasi kebutuhan akan pelatihan, terdapat tiga pihak yang perlu dilibatkan, yaitu :
  1. satuan organisasi (sekolah atau dinas pendidikan) yang mengelola sumber daya manusia yang bertugas mengidentifikasi kebutuhan organisasi secara keseluruhan, baik untuk kepentingan sekarang maupun dalam kerangka mempersiapkan organisasi menghadapi tantangan masa depan;
  2. para kepala sekolah; karena bagaimanapun mereka merupakan orang-orang yang paling bertanggung jawab atas keberhasilan atau kegagalan satuan-satuan kerja yang dipimpinnya. Dengan demikian, mereka dianggap sebagai orang yang paling mengetahui jenis kebutuhan pelatihan yang diperlukan.
  3. guru yang bersangkutan; banyak sekolah yang memberikan kesempatan kepada para gurunya untuk mencalonkan diri sendiri mengikuti program pelatihan tertentu. atau  melalui kegiatan Kelompok Kerja Guru, Titik tolak pemberian kesempatan ini ialah bahwa para guru yang sudah matang secara intelektual memiliki kecenderungan untuk menyadari kelemahan-kelemahan yang masih terdapat dalam dirinya, sehingga membutuhkan adanya usaha pembelajaran.
Bagaimanapun kegiatan pelatihan merupakan beban anggaran tersendiri yang harus dipikul oleh sekolah. Oleh karena itu, jika kegiatan pelatihan dilakukan tanpa adanya analisis kebutuhan secara cermat, pada akhirnya dikhawatirkan tidak akan memberikan manfaat apa pun bagi guru atau pun bagi sekolah. Dengan sendirinya, yang semula pelatihan dimaksudkan untuk kepentingan efektifvitas dan efisiensi, malah terbalik menjadi kegiatan yang hanya pemborosan saja.

2. Penentuan Sasaran
Berdasarkan analisis kebutuhan selanjutnya dapat ditetapkan berbagai sasaran yang ingin dicapai dari suatu kegiatan pelatihan, baik yang bersifat teknikal maupun behavioral. Bagi penyelenggara, penentuan sasaran ini memiliki arti penting sebagai: (1) tolok ukur kelak untuk menentukan berhasil tidaknya program pelatihan; (2) bahan dalam usaha menentukan langkah selanjutnya, seperti menentukan isi program dan metode pelatihan yang sesuai.
Sedangkan bagi peserta penentuan sasaran bermanfaat dalam persiapan dan usaha apa yang seyogyanya mereka lakukan agar dapat memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya dari kegiatan pelatihan yang diikutinya. 

3. Penentuan Program
Setelah dilakukan analisis kebutuhan dan ditetapkan sasaran yang ingin dicapai, selanjutnya dapat ditetapkan program pelatihan. Dalam penentuan program terdapat beberapa aspek yang perlu diperhatikan yakni berkenaan dengan jawaban dari beberapa pertanyaan berikut:
  • Kemampuan apa yang hendak dicapai?
  • Materi apa yang perlu disiapkan?
  • Kapan waktu yang terbaik untuk dilaksanakan pelatihan?
  • Dimana tempat yang paling memungkinkan untuk dilaksanakan pelatihan?
  • Berapa biaya yang dibutuhkan untuk pelaksanaan pelatihan?
  • Siapa yang paling tepat untuk ditunjuk sebagai instruktur?,  dan
  • Bagaimana pelatihan itu sebaiknya dilaksanakan?
Jawaban pertanyaan-pertanyan ini pada intinya merujuk kepada efektivias dan efisiensi kegiatan pelatihan yang akan dilaksanakan. 

4. Penerapan Prinsip-Prinsip Belajar
Agar pelatihan ini dapat mencapai sasaran atau tujuan yang diharapkan, maka kegiatan pelatihan berlangsung seyogyanya dapat memperhatikan dan menerapkan sejumlah prinsip belajar. Dalam hal ini Nasution (Daeng Sudirwo,2002) mengetengahkan tiga belas prinsip dalam belajar, yakni :
  1. Agar-agar seorang benar-benar belajar, ia harus mempunyai suatu tujuan.
  2. Tujuan itu harus timbul dari atau berhubungan dengan kebutuhan hidupnya dan bukan karena dipaksakan oleh orang lain.
  3. Orang itu harus bersedia mengalami bermacam-macam kesulitan dan berusaha dengan tekun untuk mencapai tujuan yang berharga baginya.
  4. Belajar itu harus terbukti dari perubahan kelakuannya.
  5. Selain tujuan pokok yang hendak dicapai, diperolehnya pula hasil sambilan. Misalnya tidak hanya bertambah keterampilan pekerjaannya saja, tetapi juga memperoleh minat yang lebih besar dalam bidang yang ditekuninya.
  6. Belajar lebih berhasil dengan jalan berbuat atau melakukan.
  7. Seseorang belajar sebagai keseluruhan, tidak hanya aspek intelektual namun termasuk pula aspek emosional, sosial, etis dan sebagainya.
  8. Seseorang memerlukan bantuan dan bimbingan dari orang lain.
  9. Untuk belajar diperlukan insight. Apa yang dipelajari harus benar-benar dipahami. Belajar bukan sekedar menghafal fakta lepas secara verbalistis.
  10. Disamping mengejar tujuan belajar yang sebenarnya, seseorang sering mengejar tujuan-tujuan lain. Misalnya, disamping memperoleh keterampilan dari apa yang diberikan dalam pelatihan. Juga, seseorang memiliki tujuan lain, seperti promosi jabatan, kepercayaan dari atasan dan sebagainya.
  11. Belajar lebih berhasil, apabila usaha itu memberi sukses yang menyenangkan.
  12. Ulangan dan latihan perlu akan tetapi harus didahului oleh pemahaman.
  13. Belajar hanya mungkin kalau ada kemauan dan hasrat untuk belajar.
5. Penilaian Pelaksanaan Program
Pelaksanaan suatu program dapat dikatakan berhasil jika dalam diri peserta tersebut terjadi suatu proses transformasi. Proses transformasi dapat dinyatakan berlangsung dengan baik apabila terjadi paling sedikit dua hal, yaitu :
  1. peningkatan kemampuan dalam melaksanakan tugas
  2. perubahan perilaku yang tercermin pada sikap, disiplin, dan etos kerja.
Untuk mengetahui terjadi tidaknya perubahan tersebut dilakukan penilaian, baik yang berkenaan dengan aspek teknis maupun behavioral. Dengan demikian, bahwa penilaian harus diselenggarakan secara sistematis, dengan-langkah sebagai berikut:
  1. penentuan kriteria keberhasilan yang ditetapkan sebelum program pelatihan diselengggarakan
  2. penyelenggaraan pre-test untuk mengetahui tingkat pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan para guru sekarang, guna memperoleh informasi tentang program pelatihan apa yang tepat diselenggarakan.
  3. pelaksanaan ujian pasca pelatihan untuk melihat apakah memang terjadi transformasi yang diharapkan atau tidak dan apakah transformasi tersebut tercermin dalam pelaksanaan pekerjaan masing-masing guru.
tindak lanjut yang berkesinambungan. Salah satu ukuran tolok ukur penting dalam menilai berhasil tidaknya suatu program pelatihan ialah apabila transformasi yang diharapkan memang terjadi untuk kurun waktu yang cukup panjang di masa depan, tidak hanya segera setelah program tersebut selesai diselenggarakan.
Artikel Terkait

{ 0 comments... read them below or add one }

Post a Comment